10 Tipe Klien Digital Marketing yang Pasti Pernah Kamu Temui
19Feb 2025

10 Tipe Klien Digital Marketing yang Pasti Pernah Kamu Temui

Bekerja di agency atau penyedia jasa digital marketing itu seru dan klo diingat sekarang menjadi sangat lucu, terutama saat menghadapi klien. Dari yang minta revisi tanpa batas hingga yang berharap semua kontennya viral dalam semalam, ada banyak karakter yang pasti pernah ditemui oleh para digital marketer.

Dalam artikel ini, kita akan membahas 10 tipe klien digital marketing yang sering muncul, beserta strategi untuk menghadapinya agar proyek tetap berjalan lancar.

1. Si Tukang Ngatur

Tipe ini sebenernya paling banyak yang Aku temui, dan walaupun begitu, dari sisi positifnya, Aku menjadi lebih berkembang dan terkadang tipe ini juga bisa ngasi ide bagus buat strategi. (yahh walaupun dibawah tekanan ya :D)

Contoh aturannya:

“Coba tambahin CTA di sini, font-nya lebih besar, kasih warna merah, tambahin video juga ya?”

Ciri-ciri:

  • Selalu punya banyak ide, tapi sering bertentangan dengan best practice.
  • Maunya semua desain dan strategi sesuai preferensinya, bukan berdasarkan data.

Cara Menghadapinya:

  • Gunakan data dan A/B testing untuk membuktikan strategi mana yang lebih efektif.
  • Berikan studi kasus atau contoh dari brand lain agar lebih mudah diterima.
  • Tetapkan revisi maksimal sejak awal agar tidak berlarut-larut.

2. Si Paling ROI

Ini juga sebenernya bagus lho, karena walaupun begitu, mereka sebagai client berhak mendapatkan kejelasan mengenai “keuntungan mereka ketika menggunakan jasa kalian” tapiiiii ya ada contoh yang kadang nyebeli ya, kayak seperti ini:

“Budget kita cuma 500 ribu, tapi harus dapat 10.000 leads ya!”

Ciri-ciri:

  • Sangat fokus pada hasil akhir, terutama ROI dan konversi.
  • Sering tidak memahami bahwa digital marketing butuh proses dan testing.

Cara Menghadapinya:

  • Jelaskan konsep Customer Journey & Funnel Marketing agar mereka memahami tahapan konversi.
  • Tawarkan strategi hybrid dengan kombinasi organik dan paid ads.
  • Berikan estimasi hasil yang realistis berdasarkan data kampanye sebelumnya.

3. Si Suka Revisi Tanpa Batas

Wahhhh ini juga sebenernya nyebelin, tapiii nih yaa, kalian juga mesti introfeksi diri juga, apakah emg dari kalian sebagai penyedia jasa tidak menterjemahkan brief secara maksimal, sehingga mendapatkan revisi yang berulang. Tapi jika itu dari kalian udah merasa melakukan sesuai brief, ya kliennya aja berarti yang nyebelin.

Ini Contohnya: 

“Boleh revisi sedikit? Eh, coba balik ke konsep pertama deh!”

Ciri-ciri:

  • Tidak pernah puas dengan hasil desain atau copywriting.
  • Sering meminta perubahan meskipun sudah ada kesepakatan awal.

Cara Menghadapinya:

  • Tetapkan batas revisi dalam kontrak awal dan komunikasikan dengan jelas.
  • Berikan timeline yang ketat agar proyek tidak tertunda.
  • Dokumentasikan semua perubahan agar tidak ada revisi yang berulang

4. Si Ghosting Master

Nah nahh ini juga sering terjadi nih, heii para ghosting master, gue bilangin ya, untuk membuat sebuat strategi itu ga gampang, tolonglah hargain penyedia jasanya juga. Jika emang tidak cocok, bilang aja ga cocok, jangan ngilang!

Contohnya ini:

“Oke, nanti saya kabari ya!” (dan menghilang selama berminggu-minggu)

Ciri-ciri:

  • Sangat antusias di awal, lalu tiba-tiba hilang tanpa kabar.
  • Muncul kembali secara mendadak dan bertanya soal progress proyek.

Cara Menghadapinya:

  • Gunakan follow-up reminder otomatis untuk menjaga komunikasi.
  • Tetapkan timeline & batas waktu approval sejak awal proyek.
  • Pastikan ada down payment (DP) sebelum memulai kerja untuk menghindari proyek terbengkalai.

5. Si Tidak Percaya Digital

Nah yang ini biasanya, mesti pelan banget kita present terkait dengan digital, karena jika terlalu memaksakan, kemungkinan dealnya sedikit banget. 

Kata-kata yang sering muncul:

“Lebih oke klo kita langsung bagi-bagi brosur di depan toko deh”

“Kenapa kita nggak pasang iklan di koran aja?”

Ciri-ciri:

  • Masih berpikir bahwa media tradisional lebih efektif daripada digital marketing.
  • Kurang percaya dengan data dan analisis digital.

Cara Menghadapinya:

  • Gunakan data dan studi kasus untuk menunjukkan efektivitas digital marketing.
  • Jelaskan bahwa digital marketing lebih terukur dibandingkan metode tradisional.
  • Tawarkan strategi transisi bertahap agar mereka bisa melihat hasilnya secara langsung.

6. Si Minta Viral Instan

Apa lagi iniiii :D. Kita mesti jelasin, banyak faktornya Pak biar viral, salah satunya duit yang banyak Pak 😀 (canda duit). 

Kata-kata yang sering muncul:

“Bisa bikin konten kita viral?”

Ciri-ciri:

  • Berpikir bahwa viralitas bisa dipesan seperti layanan instan.
  • Tidak memahami bahwa viral marketing memerlukan strategi yang matang dan keberuntungan.

Cara Menghadapinya:

  • Edukasi klien bahwa konten viral tidak bisa dijamin, tetapi bisa dioptimalkan dengan strategi yang tepat.
  • Tawarkan alternatif seperti campaign yang berbasis engagement dan interaksi audiens.
  • Gunakan data untuk menunjukkan bahwa sustained growth lebih efektif daripada viralitas sesaat.

7. Si Bandingin dengan Kompetitor

Sebenernya Aku ga terlalu sebel sih dengan yang begini, cuma kadang jadi lebih tertekan aja ngerjainnya :D.

Kata-kata yang sering muncul:

“Kok akun Instagram kompetitor bisa punya followers banyak? Kita harus kayak mereka!”

Ciri-ciri:

  • Selalu membandingkan bisnisnya dengan kompetitor, tanpa memahami strategi yang digunakan.
  • Ingin meniru segalanya, termasuk tone dan gaya komunikasi kompetitor.

Cara Menghadapinya:

  • Beri pemahaman bahwa setiap brand punya strategi yang berbeda sesuai dengan audiensnya.
  • Gunakan analisis kompetitor untuk menemukan strategi yang bisa diterapkan tanpa sekadar meniru.
  • Jelaskan bahwa fokus pada keunikan brand sendiri lebih efektif dibanding menyalin strategi kompetitor.

8. Si Maunya Organik Aja

Nahhh ini, biasanya mereka minta organik aja, tapi mintanya besok udah growth tuhhh 😀

Contoh kata-katanya:

“Jangan pakai ads, saya mau growth organik 100%!”

Ciri-ciri:

  • Percaya bahwa strategi organik lebih baik daripada iklan berbayar.
  • Tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan untuk paid ads.

Cara Menghadapinya:

  • Jelaskan bahwa algoritma media sosial saat ini tidak mendukung pertumbuhan organik tanpa strategi tambahan.
  • Tawarkan strategi SEO dan content marketing untuk growth jangka panjang.
  • Berikan simulasi hasil antara growth organik vs kombinasi organik + paid agar lebih mudah dipahami.

9. Si Last Minute

Wah ini sering banget sih, jadinya begadang nih. Ini pentingnya dalam memanage timeline dan expektasi sedari awal.

Contoh kata-katanya:

“Kita butuh campaign ini jalan besok!”

Ciri-ciri:

  • Selalu memberikan deadline yang tidak masuk akal.
  • Tidak memahami bahwa perencanaan campaign butuh waktu.

Cara Menghadapinya:

  • Tetapkan standar timeline untuk setiap jenis pekerjaan.
  • Gunakan sistem prioritas agar proyek yang mendesak tetap bisa dikerjakan tanpa mengorbankan kualitas.
  • Jika memungkinkan, tawarkan layanan ekspres dengan biaya tambahan.

10. Si Ngaku Paling Paham Digital

Ini mesti dicari tahu dulu sih backgroundnya beneran paham atau tidak, nah ini juga kadang terbaca ketika ketemu saat meeting. Tapi orang-orang yang seperti ini terkadang menunjukkan level kepahaman sendiri, istilahnya “kelilit omongan sendiri”.

Contohnya ini:

“Saya sudah belajar digital marketing dari YouTube, harusnya nggak susah, kan?”

Ciri-ciri:

  • Merasa sudah menguasai digital marketing hanya dengan menonton tutorial.
  • Sering memberikan instruksi tanpa memahami dasar strateginya.

Cara Menghadapinya:

  • Gunakan pendekatan edukatif untuk menjelaskan konsep digital marketing secara lebih mendalam.
  • Tawarkan laporan berbasis data untuk membuktikan efektivitas strategi yang digunakan.
  • Tetapkan batasan yang jelas dalam pembagian tugas agar tidak terjadi tumpang tindih.

Menghadapi berbagai tipe klien dalam dunia digital marketing memang menantang, tetapi dengan strategi yang tepat, semuanya bisa ditangani secara profesional. Jika kamu sering menghadapi tipe klien seperti ini, pastikan untuk memiliki strategi komunikasi dan batasan kerja yang jelas.

Klo dari saya pribadi, diawal bener-bener harus dimakesure tujuan bisnis clientnya apa, ekspektasinya seperti apa, dicerna dan cermati secara detil.

Dan perlu diingat, bahwa tidak semua klien itu menyebalkan, hanya beberapa aja. Klien yang baik dan asik juga banyak kok, bahkan ada beberapa klien malah jadi temen nongkrong bareng.

Jika artikel ini bermanfaat, bagikan ke rekan digital marketer lainnya agar mereka juga bisa lebih siap menghadapi berbagai tipe klien!

Social Connection

Mari Berdiskusi Untuk Mewujudkan Transformasi Digital

Connect With My Happiness Social Media

Join Newsletter Here