Kacau Tarif, Kacau Iklan? Adaptasi Dampak Tarif Global terhadap Google Ads di Pasar Indonesia
30Apr 2025

Kacau Tarif, Kacau Iklan? Adaptasi Dampak Tarif Global terhadap Google Ads di Pasar Indonesia

Perubahan kebijakan tarif dan kondisi perdagangan global bukan cuma urusan negara besar seperti Amerika dan China. Meski kita di Indonesia, efek turbulensi itu bisa sampai juga ke dashboard Google Ads kita. Mulai dari kenaikan harga impor, fluktuasi dolar, sampai shifting kompetitor, semua bisa berdampak ke performa iklan digital.

Dalam artikel ini, kita akan bahas bagaimana fenomena tariff turmoil (kekacauan tarif atau gejolak tarif) bisa memengaruhi market share dan strategi campaign digital di Indonesia, serta apa yang bisa kita lakukan sebagai advertiser lokal untuk tetap survive (dan bahkan thrive).

Dampak Tarif dan Biaya Impor ke Google Ads

1. CPC Bisa Naik karena Persaingan Turun atau Naik Tajam

Saat tarif atau pajak impor naik, banyak bisnis yang menahan belanja. Di sisi lain, kompetitor lokal yang nggak terdampak bisa memanfaatkan momentum itu untuk mendominasi hasil pencarian. Efeknya? Biaya per klik (CPC) bisa melonjak kalau banyak yang masuk, atau justru turun kalau banyak yang mundur.

2. Budget Iklan Terdampak Fluktuasi Kurs

Untuk bisnis yang barangnya diimpor, kurs dolar yang naik bisa bikin cost of goods melonjak. Akibatnya, budget iklan bisa dipangkas. Ini bisa jadi peluang untuk brand lokal mengambil alih ruang iklan dengan budget lebih efisien.

3. Pergeseran Produk dan Kategori

Beberapa kategori produk mungkin jadi terlalu mahal untuk dijual karena biaya impor tinggi, jadi brand mulai push produk lain. Ini memengaruhi keyword yang di-bid, segmentasi audiens, bahkan arah campaign itu sendiri.

Baca juga: Google Tag Manager Update: Ads Event Sekarang Auto-Load ke GTM

Skenario: Ketika Brand Lokal Mengambil Alih Spotlight

Bayangkan sebuah brand lokal yang memproduksi alat dapur. Sebelumnya, mereka harus bersaing ketat dengan produk impor dari luar negeri yang lebih murah dan hadir masif di e-commerce.

Namun ketika terjadi lonjakan bea masuk dan kurs dolar menguat, produk-produk impor mulai kehilangan daya saing: harga naik, pengiriman lebih lambat, dan stok tidak menentu.

Brand lokal melihat peluang ini, lalu meningkatkan intensitas iklan Google Ads dengan menyasar keyword seperti “produk dapur lokal”, “pengiriman cepat dalam negeri”, dan “bebas ongkir dari gudang lokal.”

Dengan keunggulan logistik dan harga yang lebih stabil, brand lokal ini berhasil menjangkau audiens yang sebelumnya loyal ke produk impor—dan bahkan meningkatkan CTR serta efisiensi ROAS berkat kompetisi yang lebih longgar. disusun sebagai ilustrasi berdasarkan tren industri dan strategi yang umum dilakukan oleh brand lokal dalam menghadapi tekanan produk impor di pasar digital, bukan berasal dari data publik atau pernyataan resmi brand tertentu.

Baca juga: Google Memperluas Fungsi Conversion Tracking untuk Google Merchant Center

Apa yang Bisa Dilakukan Brand Indonesia?

1. Pantau Kompetisi dan Keyword Movement

Gunakan tools seperti SEMrush, Google Ads Auction Insights, atau bahkan Google Trends untuk melihat perubahan keyword landscape. Jika kompetitor mulai melepas keyword tertentu, kamu bisa masuk dengan biaya yang lebih murah.

2. Fokus ke Produk Lokal dan USP

Tonjolkan keunggulan produk lokal: lebih cepat dikirim, harga stabil, nggak terganggu isu tarif global. Dalam copy iklan, tambahkan pesan seperti “Produk Lokal – Harga Stabil – Cepat Sampai.”

3. Optimalkan ROAS, Bukan Sekadar Volume

Saat pasar terguncang, main aman bukan berarti diam. Fokuskan campaign pada konversi dan return on ad spend (ROAS). Kurangi campaign awareness jika belum prioritas, dan alihkan ke mid–bottom funnel.

4. Kolaborasi Lokal & Influencer Market

Alih-alih menyasar segmen yang rentan dengan produk impor, gali potensi lewat influencer lokal dan komunitas yang relate. Ini bisa memperkuat brand affinity tanpa harus bakar budget di bidding war Google Ads.

Baca juga: Strategi Email Marketing: Cara Efektif Membangun Hubungan dengan Pelanggan

Insight Komunitas & Praktisi

Dalam beberapa forum digital marketing lokal, banyak advertiser mengakui adanya pergeseran budget iklan. Brand-brand kecil dan menengah justru mulai “naik kelas” karena ruang kompetitif yang makin terbuka akibat pengiklan besar menarik diri.

“Saat pasar global nggak stabil, Google Ads justru bisa jadi senjata utama buat brand lokal yang mau ambil alih spotlight” 

Bahkan, ada yang menyebut periode ini sebagai “low pressure bidding zone” — di mana advertiser yang gesit bisa dapetin hasil besar tanpa harus perang harga keyword terlalu dalam.

Sebagai contoh perbandingan:

  • Sebelum tarif naik, CPC untuk produk impor bisa bertahan di angka Rp200-Rp800. Tapi setelah tarif berlaku, CPC bisa naik hingga Rp2.000 karena kompetisi menyempit.
  • Jumlah pengiklan untuk kategori tersebut juga turun signifikan, dari 8 brand menjadi hanya 3–4 brand aktif.
  • Brand lokal yang memanfaatkan momentum ini justru mencatat peningkatan ROAS dari 2.3x ke 3.8x dengan biaya iklan harian yang lebih efisien.

Baca juga: 10 Tipe Klien Digital Marketing yang Pasti Pernah Kamu Temui

Kesimpulan

Tarif global memang terjadi di luar kendali kita, tapi respons kita di Google Ads sangat bisa diatur. Dengan memahami perubahan yang terjadi, membaca pergerakan kompetitor, dan memaksimalkan potensi lokal, advertiser di Indonesia tetap bisa tumbuh meski dunia sedang gonjang-ganjing.

Secara umum, inilah saat terbaik untuk mengevaluasi ulang strategi Google Ads kamu. Jangan cuma bertahan — ini kesempatan buat mendominasi.

 

Social Connection

Mari Berdiskusi Untuk Mewujudkan Transformasi Digital

Connect With My Happiness Social Media

Join Newsletter Here